Cerita Dewasa Dengan Ibu Kandung

Cerita Dewasa Dengan Ibu Kandung



Aku lahir di Jakarta tahun 1989. Di saat itu Ibuku baru berumur 17 tahun. Ibu kawin muda karena alasan berbagai macam. Papa kandungku berasal dari latar belakang yang cukup berada dengan bisnis/toko-toko electronic yang lumayan terkenal di Jakarta. Kehidupan rumah tangga kami kurang begitu harmonis. Papa sangat sibuk mengurus toko yang mana cabangnya di mana-mana. Untung saja Ibu adalah fulltime housewife. Saat ini Ibuku baru saja berumur 36 tahun, dan masih tampak cantik dan berkulit putih bersih. Di Jakarta, kami hanya memiliki satu pembantu rumah tangga, tidak seperti rumah-rumah tangga yang lainya, yang bisa memiliki lebih dari 2 pembantu rumah tangga. Aku hanya anak tunggal, jadi cukup dengan 1 pembantu rumah tangga saja.
Aku mengalami puberitas sewaktu masih duduk di bangku 2 SMP. Aku mengenal yang namanya blue film, cerita stensilan, dan game computer porno dari teman-teman seperguruan. Kami sering kali bertukar blue film, atau barang-barang pornografi. Sepertinya inilah yang membuatku menjadi sedikit abnormal dengan masalah seksualitas, ditambah dengan kejadian-kejadian aneh di rumah yang sering aku alami.
Posisi kamarku bersebelahan langsung dengan kamar papa/Ibu. Di tengah malam di saat ingin membuang air kecil, aku sering mendengar desahan Ibu/papa di saat mereka sedang menikmati malam suami-istri mereka. Pertama-tama aku sangat amat jijik dan risih mendengarnya, kemudian menjadi biasa, dan pada waktu aku menginjak saat SMA/SMU, aku malah menjadi penasaran saja apa yang mereka lakukan di balik pintu kamar.
Di kamar Ibu ada kipas angin yang menempel di dinding yang digunakan untuk membuang udara dalam kamar keluar. Ibu/papa sering lupa menutup kipas angin tersebut di saat menyalakan AC.
Suatu malam, papa/Ibu sedang ‘gituan’ di dalam kamar, dan mereka lagi-lagi mereka lupa menutup kipas angin mereka. Aku menjadi penasaran, dan ingin mengintip apa yang sedang mereka lakukan di dalam kamar. Aku mendengar jelas suara Ibu sedang mendesah dan mengeluh panjang, seperti atau mirip dengan wanita-wanita yang pernah aku tonton di film-film bokep. Aku menjadi sedikit kelainan, ingin sekali dan penasaran ingin melihat wajah Ibu di saat sedang di-’gituin’ oleh papa.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengintip, meskipun aku rasa takutku akan kepergok masih sama besarnya pula. Aku tarik kursi belajarku pelan-pelan, kemudian aku taruh pas di bawah kipas angin. Dengan perlahan-lahan aku naik ke kursi belajar, dan mencoba mengintip sedikit demi sedikit. Untunglah situasi di luar kamar kami tampak gelap, hanya lampu di luar rumah saja yang masih menyala, sehingga bisa mereka tidak mungkin dapat melihat sosokku di balik kipas angin.
Kamar Ibu masih tampak remang-remang, hanya lampu di samping ranjang mereka yang sedang menyala, namun masih tampak jelas seisi ruangan kamar mereka. Kakiku seperti lemas langsung melihat Ibu merebah di atas ranjang dengan selangkangannya terbuka lebar-lebar. Aku hanya melihat punggung papa yang penuh dengan peluh keringat dan papa tampak asyik memainkan pinggulnya maju mundur di selangkangan Ibu. Kedua tangan Ibu meremas-remas selimut tipis, matanya terpejam, dan bibir Ibu hanya berkomat-kamit seakan-akan menahan geli dan nikmat yang luar biasa. Jujur saja jantungku berdegup kencang, dan aku pun ikut bernafsu melihat mereka sedang asyik di sana.
Setelah beberapa menit kemudian, tubuh papa tiba-tiba bergetar sedikit, dan papa mulai membuka suara yang amat pelan seperti memberikan aba-aba kepada Ibu dan Ibu hanya mengangguk saja seperti mengerti apa yang akan terjadi. Tak lama dari aba-aba papa, tiba-tiba tubuh papa bergetar hebat, dan pinggulnya menekan dalam-dalam ke dalam selangkangan Ibu. Ibu pun sama, seperti sedang keenakan, Ibu menempelkan kedua telapak tangannya ke pantat papa, dan menekannya dengan kencang, seperti ingin agar yang sedang masuk di selangkangan Ibu itu tertanam dalam-dalam. Ibu mengeluh panjang, begitu juga dengan papa. Papa memeluk Ibu yang sedang merebah di atas ranjang, sambil menciumi leher Ibu dengan penuh nafsu.
Karena takut kepergok, aku cepat-cepat turun dan kabur dari sana. Biasanya seabis keluhan panjang Ibu/papa, karena paling tidak salah satu dari mereka pasti keluar dari kamar. Paling sering Ibu yang keluar dulu dari kamar, dan langsung ke kamar mandi.
Malam itu aku ngga bisa tidur. Sosok mereka terbayang-bayang di dalam otakku. Ibu yang begitu cantik dan lembut, tampak binal dan merangsang sekali di saat ‘begituan’ dengan papa. Seperti singa betina yang haus dengan nafsu birahi. Untunglah papa juga singa jantan yang mampu memuaskan singa betina yang haus itu.
Sejak saat itulah, aku tumbuh sedikit demi sedikit menjadi aneh. Aku suka sekali membayangkan tubuh Ibuku sendiri. Aku tau bahwa ini sangat tidak benar. Puberitasku semakin berapi-api. Aku sering sekali mengintip Ibuku mandi atau sesekali mengintip sewaktu dia sedang ganti baju di kamarnya. Aku tidak lagi mengintip aksi papa dan Ibu di dalam hari, karena ada perasaan ngga senang atau jealous.
Tetapi kelainan yang aku alami ini aku simpan sendiri, dan tiada satupun teman atau orang lain yang mengetahui sifat kelainanku ini. Perlu yang para pembaca ketahui, bahwa aku masih suka menonton film biru, dan masih terangsang saja melihat wanita lain dalam keadaan terlanjang di film biru atau mengenakan pakaian seksi di tempat umum. Namun, di samping itu, aku pun juga suka melihat Ibuku sendiri dalam keadaan terlanjang. Aku lebih memilih untuk berdiam diri, karena apabila bersuara sekali, bisa heboh dan rusak nama baikku.
Aku cukup memendam perasaan aneh ini lebih dari 3 tahun. Setelah tamat SMA, aku langsung memutuskan untuk kuliah di kota Perth. Aku berangkat ke sana sendirian, dan sempat tinggal di homestay selama 3 bulan, kemudian aku memutuskan untuk tinggal di apartment sendiri dengan alasan kebebasan.
Beberapa minggu setelah aku tinggal di apartment, Ibuku memberi kabar bahwa dia akan datang menjengukku sekalian jalan-jalan di negeri Australia. Rencana awal Ibu akan datang bersama papa dan adik Ibu. Namun seperti biasanya, alasan sibuk papa selalu saja menjadi penghalang utama untuk tidak ikut dengan Ibu. Adik Ibu sebenarnya ingin sekali datang, tapi karena saudara sepupuku (anak dari adik Ibu) terkena cacar air, jadi urunglah niatnya untuk datang bersama Ibuku.
Aku jemput Ibuku di airport hari Minggu pagi. Cuaca saat itu lumayan sejuk, dan mungkin terasa dingin untuk Ibuku yang datang langsung dari kota Jakarta yang panasnya minta ampun. Aku bawa jaket cadangan, jaga-jaga apabila mungkin Ibu kedinginan sewaktu keluar dari airport. Saat itu aku sedang liburan pertengahan tahun selama 3 minggu. Jadi kunjungan Ibu ini tepat pada waktunya.
Betapa gembiranya bisa bertemu Ibuku lagi setelah beberapa bulan berpisah. Setelah berpelukan melepas kangen/rindu, kami kemudian naik taxi menuju apartementku. Selama perjalanan kami banyak berbincang-bincang. Ibu lebih banyak bertanya daripada aku, terutama tentang bagaimana kehidupanku selama jauh dari orang tua.
Tak lebih dari setengah jam, kami sampai di apartmentku. Setelah membayar uang taxi, kami langsung naik lift menuju kamar apartmentku. Kamar apartmentku hanya ada 1 kamar, dan karena aku baru beberapa minggu pindah di apartment ini, aku belum banyak membeli perabotan rumah. Ruang tamuku hanya ada TV dan 1 bean bag sofa. Aku belum sempat membeli sofa beneran.
Timmy, kamu kok jorok banget! Apartmentmu berantakan sekali.” sambil mecubit pipiku. Aku hanya tertawa saja.
Sekarang Ibu mau kemana? Mau sarapan dulu?” tanyaku.
Ibu pengen tidur-tiduran dulu deh. Tadi Ibu sudah sarapan di pesawat. Timmy kalo mau sarapan, Ibu bikinin dah.” tawar Ibu.
Hmmm … ngga usah dah … Timmy beli aja di Mc Donald. Breakfastnya lumayan kok. Ibu tidur aja dulu.” jawabku. Ibu lalu menggangguk, dan aku pun berangkat membeli breakfast meal di Mc Donald. Aku memutuskan untuk sarapan di tempat saja, daripada di bawa pulang.
Setengah jam kemudian aku pulang ke apartment. Suasana di apartementku hening. Kulihat bagasi Ibu sudah terbuka, aku bisa memastikan Ibu sudah ganti pakaian. Kemudian ku cek kamarku, kulihat Ibu sedang tidur pulas di atas ranjangku. Aku membiarkan dia beristirahat dulu. Sambil menunggu Ibu bangun, aku menghabiskan waktu browsing-browsing Internet di laptopku.
Selang 3 jam kemudian, Ibu tiba-tiba keluar dari kamar.
Timmy, kamu lagi ngapain?” tanya Ibu sambil mulutnya menguap ngantuk.
Lagi main Internet, ma. Ibu sudah lapar belon? Sudah jam 2 siang loh.” tanyaku.
Belum seberapa lapar sih. Emang Timmy mau makan apa?” tanya Ibu balik.
Hmmm … Timmy mau ajak Ibu makan di restoran Thailand deket sini. Enak banget deh, Ibu pasti doyan.” ajakku.
Ok, Ibu ganti baju dulu yah” singkat Ibu. Aku pun menggangguk dan bersiap-siap diri.
Ibu mengambil baju lagi dari tas bagasinya, dan kemudian masuk ke kamar untuk ganti pakaian. 5 menit kemudian Ibu keluar dari kamar. Siang itu Ibu mengenakan kaus ketat, dan celana jeans. Tampak dada montok Ibu menonjol. Aku jadi sedikit risih melihatnya, meskipun dalam hati ada perasaan senang. Ibu tampak seperti wanita yang baru berumur 25 tahunan. Padahal saat itu Ibu sudah berumur 35 tahun.
Hari itu aku mengajak Ibu jalan-jalan melihat kota Perth. Ibu tampak hepi menikmati liburannya. Tidak bosan-bosannya Ibu mengambil foto dan sesekali meminta orang yang sedang lewat untuk mengambil foto bersamaku. Dengan wajah Ibu yang tidak seperti wanita berumur 35 tahun, kami seperti terlihat sedang pacaran saja.
Kami jalan-jalan sampai larut malam, dan kami kembali ke apartment sekitar jam 11 malam lebih. Badanku amat letih, begitu juga dengan Ibu. Aku senang sekali Ibu bisa datang ke sini. Selain aku bisa dimanja, aku juga bisa mengajaknya jalan-jalan kemana-mana.
Ibu mandi dulu aja.” suruhku sambil memberi handuk bersih ke Ibu.
Sewaktu aku sedang unpacking barang belanjaan kami seharian, tiba-tiba terdengar suara Ibu sedikit teriak.
Timmy, ini gimana ngunci kamar mandi. Kok Ibu ngga liat ada kunci di sini?” tanya Ibu penasaran sambil tubuhnya dibalut handuk. Kulihat pundak dan paha Ibu yang benar-benar mulus.
Di sini emang sudah biasa ngga ada kunci di kamar mandi, ma. Sudah biasa aja orang sini.” jawabku.
Iya, tapi Ibu ngga biasa.” protes Ibu kemudian balik ke kamar mandi.
Tak lebih dari 10 menit, Ibu keluar dari kamar mandi. Malam itu Ibu mengenakan kaus ketat dan celana boxer yang amat pendek (kira-kira 20 cm dari lutut), sehingga tampak paha Ibu yang putih mulus dan juga kedua payudaranya yang menonjol karena kaus ketatnya.
Ibu kemudian duduk disebelahku seakan-akan melihat sedang apa aku di depan laptopku. Bau sabun wangi terhirup dengan jelas dari tubuh Ibu. Bau sabun yang tidak asing lagi bagiku.
Timmy, kenapa kamu belon beli sofa?” tanya Ibu.
Belon sempat aja ma.” jawabku santai.
Besok mau beli sofa? Ibu beliin deh.” tawaran Ibu.
Boleh aje …” jawabku santai.
Timmy, sono mandi. Ibu pinjam laptop dulu, mau emailin papa dulu.” sambung Ibu lagi. Tanpa perlu dikomando, aku kemudian bangkit dari bean bag sofa, dan langsung menuju kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, diotakku sempat keluar pikiran jorok. Aku berpikir ingin mengintip Ibu mandi besok, mumpung tidak ada kunci di kamar mandi apartementku ini.
Setelah selesai mandi dan mengeringkan rambut, kulihat Ibu masih asyik chatting dengan papa. Aku diminta Ibu juga ikutan membaca chattingan mereka.
Jam telah menunjukkan pukul 1 pagi. Aku tidak kuat lagi menahan rasa kantuk. Aku berpamitan untuk tidur dulu. Ibu masih terlihat asyik ber-chatting ria dengan papa.
Karena aku masih belon punya sofa beneran, malam itu aku tidur bersama Ibu di satu ranjang. Untung tempat tidurku itu ukuran queen bed, jadi cukup luas untuk 2 orang. Untung Ibu tidak sungkan atau risih dengan ide tidur satu ranjang. Mungkin karena anak sendiri mungkin Ibu tidak menaruh curiga atau risih.
Malam itu aku tidur nyenyak sekali, karena sehari sebelum-nya aku kurang tidur karena harus menjemput Ibu pagi-pagi di airport.
Tepat pukul 8 pagi, aku membuka kedua mataku perlahan-lahan. Sang surya telah terbit dengan cerahnya dibalik gorden/kerai kamar. Aku merasakan ada sesuatu yang lembut dan empuk ditangan kananku. Perlahan-lahan aku menoleh ke kanan, tampak Ibu yang masih tertidur lelap di samping kananku sambil memeluk lengan kananku. Terasa hangat dan empuk payudara Ibu di lengan kananku. Baju ketat yang Ibu kenakan itu terkesan tipis ditambah dengan Ibu yang tidak mengenakan BH, sehingga terasa betul kekenyalan payudara Ibu. Wajah Ibu bersembunyi dibalik lengan kanan atasku, sedangkan paha kanannya menimpa paha atasku. Namun, kedua tubuh kami masih terbungkus selimut tebal.
Pagi itu lumayan dingin, jadi ini mungkin instinct Ibu (dibawah sadar) untuk mencari kehangatan. Jadi tanpa sadar dia memeluk lenganku, agar merasa hangat.
Perasaanku tidak karuan rasanya. Biasanya setiap bangun tidur, mr junior pasti juga ikut bangun. Tapi pagi ini mr junior bangun dalam keadaan yang benar-benar keras. Aku memilih untuk diam seperti patung. Aku tak ingin goyang sedikit pun. Takut apabila aku goyang sedikit, Ibu bakalan merubah posisinya lagi.
Jam menunjukkan pukul 9 kurang. Berarti aku telah hampir 1 jam lamanya diam seperti patung. Posisi Ibu pun tidak berubah pula, malah lebih mengencangkan pelukannya dan paha mulus Ibu sekarang mendarat di perutku. Mr junior alias batang penisku tertimpa paha mulusnya. Namun bukan berarti mr junior bakalan loyo, justru kebalikannya – makin tegang saja. Jantungku berdegup kencang, karena pikiran kotorku telah meracuni akal sehatku.
Tangan kiriku mulai bangkit dan memutuskan untuk bergerilya di paha kanan Ibu.
Perlahan-lahan aku mengelus-elus dengkulnya, selang beberapa lama kemudian aku mulai mengelus-elus pahanya. Sungguh susah kupercaya, bahwa paha yang mulus tanpa borok ini adalah milik Ibuku sendiri. Aku semakin bersemangat mengelus-elus paha Ibu. Tubuh Ibu masih tidak bereaksi. Aku semakin berani dan nekat.
Kini jarak elusan tanganku semakin melebar. Pertama dari dengkul, kemudian merangkak maju sampai ke batas celana boxer Ibu, sekarang mulai masuk ke celana boxernya.
Hanya dalam hitungan beberapa menit, tubuh Ibu mulai bereaksi perlahan-lahan dan kesadaran Ibu pun mulai bangkit perlahan-lahan pula.
Hmmm … Timmy … kamu lagi ngapain? Geli loh!” tanya Ibu sambil terkantuk-kantuk, tapi masih memeluk lenganku.
Anu … Timmy lagi elus-elus Ibu.” jawabku seadanya plus sedikit panik.
Ehmm … kalo mau elus-elus Ibu, punggung Ibu aja atau rambut Ibu. Jangan di paha, geli banget di sana.” kata Ibu.
Jadi ngga enak?” tanyaku penasaran.
Bukan ngga enak sayang, tapi geli aja. Enak sih enak, tapi jadinya lain …” ucapan Ibu stop.
Lain apanya?” tanyaku lagi.
Pokoknya lain enaknya. Jangan di sana lagi deh.” pinta Ibu.
Aku kemudian menghentikan gerilyaku, dan kembali menjadi patung lagi. Aku tidak tau apakah Ibu merasakan tonjolan mr junior di pahanya atau tidak. Kalo dipikir secara logika, dia pasti merasakan tonjolan keras dibalik celana tidurku, karena pahanya tepat mendarat di sana. Tapi dia tidak beraksi apapun.
Setelah itu, Ibu tidak bisa lagi tidur. Jadi kami akhirnya ngobrol-ngobrol di atas ranjang dengan posisi yang sama pula.
Sudah hampir 1 jam kami ngobrol di atas ranjang, akhirnya aku meminta Ibu untuk mandi dulu, karena hari ini kita mau jalan-jalan lagi. Ibu kemudian bangkit dari tempat tidur, dan menuju kamar mandi.
5 menit kemudian, aku pun bangkit dari tempat tidur. Kupikir sambil menunggu Ibu selesai mandi, lebih baik aku menyiapkan sarapan pagi (roti panggang pake selai strawberry).
Setelah berjalan beberapa langkah dari pintu kamar, aku dikejutkan oleh sesuatu di depan mataku.
Kudapat pintu kamar mandi tidak tertutup rapat oleh Ibu. Ini adalah kesengajaan atau tidak, aku tidak tahu.
Akal sehatku mulai berkelahi dengan akal kotorku. Akal sehatku menyuruhku untuk tidak melihat dibalik pintu yang tidak tertutup rapat itu dan segera langsung menuju ke daput, sedangkan akal kotorku mengatakan kalo hanya mengintip sebentar tidak ada ruginya. Alhasil dari perkelahian akal sehat melawan akal kotor, pemenangnya adalah akal ngga sehatku alias akal kotor.
Aku berjalan sambil berjinjit-jinjit, agar langkah kakiku tidak terdengar olehnya. Kudorong perlahan-lahan pintu kamar mandi yang tidak tertutup rapat tersebut. Posisi shower di kamar mandi tepat disamping pintu kamar mandi. Shower cubic/ruang shower di kamar mandi terlapisi oleh kaca yang bening. Sehingga dapat terlihat dengan jelas siapapun yang mandi di sana.
Kubuka pintu kamar mandi hanya sekitar 1.5 centimeter lebarnya, dan mata kananku perlahan-lahan mulai mengintip lewat celah sempit tersebut.
Hanya sekilas saja, aku langsung menelan ludah, dan jantungku kembali berdegup kencang. Antara takut dan bergairah menjadi satu. Takut apabila nanti kepergok mengintip mandi, dan bergairah karena menonton tubuh bugil Ibu sedang mandi. Mr junior alias batang penisku kembali mengeras. Napasku jadi tidak beraturan.
Kulihat Ibu sedang membilas rambutnya dengan shampoo dengan mata yang terpejam, kemudian setelah itu menyabuni tubuhnya (dari dada, perut, punggung, tangan, dan kakinya) dengan shower gel. Oh … sungguh indah pemandangan saat itu. Begitu sempurna tubuhnya di umurnya yang masih 35 tahun.
Hampir 10 menit lamanya aku berdiri termangu di depan pintu kamar mandi. Jantungku terus menerus berdegup dengan kencang-nya. Mr junior pun ikut nyut2an alias menegang pada tegangan yang paling tinggi.
Tiba-tiba Ibu memutar kran showernya, pertanda mandinya telah selesai. Aku dengan segera lari-lari berjinjit-jinjit menuju dapur. Sesampai di dapur, aku lupa apa tujuan awalku di dapur. Aku hanya membuka-buka lemari di dapur dan kulkas. Mengambil makanan apa saja yang aku lihat.
Tak lama kemudian Ibu keluar dari kamar mandi dengan santainya dan menuju ke dapur. Tidak tampak di raut wajahnya adanya perasaan kaget atau curiga. Sikap Ibu biasa-biasa saja sambil berjalan mendekatiku.
“Timmy, kamu mau bikin apa?” tanya Ibu santai.
“Oh ini … Timmy mau bikin breakfast dulu. Ibu siap-siap aja dulu. Kita keluar setengah jam lagi.” jawabku.
“Iya sudah, sini Ibu yang bikinin, kamu mandi dulu deh. Biar ngga buang-buang waktu.” perintah Ibu.
Selama di kamar mandi, bayangan tubuh Ibu tadi yang sedang bugil sambil mandi tidak dapat dengan mudah lepas dari pikiranku. Aku dibikin pusing oleh pikiran jorok ini. Tetapi di dalam hati kecilku berharap agar hari-hari berikutnya aku masih bisa mengintipnya paling tidak sekali atau dua kali, dengan harapan Ibu mungkin lupa menutup kamar mandinya lagi.
Hari itu kami menghabiskan waktu berjalan-jalan di kota pinggiran dan sempat mampir ke toko furniture untuk membeli sofa. Namun sayang sekali sofa yang kami pilih tersebut masih harus menunggu sekitar 2 minggu untuk bisa diantar ke rumah, karena kami memilih warna sofa yang sedang tidak ada stok barangnya. Jadi si toko tersebut harus membuat yang baru. Bagiku 2 minggu menunggu tidak ada masalah, karena ide untuk membeli sofa bukan datang dariku. Tidak ada sofa pun aku masih bisa bertahan hidup, karena pada dasarnya aku hanya tinggal sendirian saja.
Karena Ibu bakalan tinggal di Australia ini lebih dari 2 minggu, kami sempat mampir ke travel agent terdekat untuk mencari-cari info tentang holiday di Sydney, Gold Coast, Melbourne, dan Hobart (Tasmania). Namun hari itu kami masih belon memberikan keputusan akan berlibur di kota yang mana. Aku secara pribadi ingin sekali mengunjungi kota Sydney dan bermain-main di theme park di Gold Coast. Kalo Ibu antar Sydney atau Melbourne. Karena masih belum ada keputusan yang solid, kami tidak mem-booking dulu pake holiday tersebut.
Tak terasa kami seharian keluar rumah. Sesampai di rumah pukul 8 malam. Malam itu kami membeli makanan take away untuk makan malam kami. Terlalu letih untuk makan di restoran lagi, dan terlalu letih untuk memasak di apartment. Jadi membeli makanan take away adalah pilihan yang tepat. Ibu membeli paket sushi kesukaannya, dan karena aku tidak doyan sushi, aku membeli paket bento yang berisi nasi, ayam terayaki, dan sayur mayur.
Kami makan sambil ngobrol santai. Kalo dengan Ibu ada saja yang bisa diobrolkan. Dia sepertinya banyak sekali bahan pembicaraan. Dari cerita kehidupannya, kehidupan papa, dan kehidupan teman-temannya. Termasuk kehidupanku sewaktu masih kecil.
Jam telah menunjukkan pukul 10 malam.
Besok kita mau ke mana?” tanya Ibu.
Hmm … terserah Ibu. Besok mau coba main golf ngga? Di sini banyak orang Indo pula yang datang untuk bermain golf di sini.” ajakku.
Tapi Ibu ngga bisa maen golf. Papa tuh jago maen golf.” puji Ibu.
Iya kita ke sana aja. Kita maen aja yang asal pukul aja … namanya Driving Range.” jawabku lagi.
Ok.” jawab Ibu singkat.
Aku pun segera beranjak dari meja makan, dan membereskan piring-piring kotor. Ibu pun beranjak dari meja makan, kemudian menuju laptopku.
Ibu mau emailin papa dulu yah. Moga-moga dia online. Jadi Ibu ngga perlu telp. Timmy mandi dulu abis cuci piring yah?!” ujar Ibu.
Selama aku mencuci piring, suasana menjadi sedikit hening. Ibu terlalu berkonsentrasi dengan laptopku menulis cerita tentang kegiatan kita seharian lewat email. Pikiran jorokku mulai kambuh lagi di saat aku sedang asyik mencuci piring. Di dalam hati kecilku juga berharap agar malam ini Ibu lupa lagi menutup rapat pintu kamar mandinya. Pikiran jorok dan harapan yang tidak tau malu ini masih meracuniku di saat aku sedang mandi malam.
Ma, Timmy dah selesai mandi. Ibu mandi dulu deh.” suruhku.
Iya, ntar rada tanggung.” jawab Ibu.
Aku pun duduk bersila di samping Ibu. Kulihat monitor laptopku. Ibu sedang mengetik panjang email tentang kegiatan kami seharian. Dari makan pagi sampai makan malam. Tapi aksiku di pagi hari yang mengelus-elus paha Ibu jelas tidak diceritakan di email tersebut.
Setelah email itu dikirim, Ibu pun beranjak dari bean bag sofa dan langsung menuju kamar tidur untuk menata oleh-oleh yang dibelinya seharian dan juga mengambil pakaian tidur barunya sebelum mandi. Aku diam-diam mengamati gerak-gerik Ibu. Aku berpura-pura mondar-mandi di dapur untuk mencari camilan dan minuman ringan. Sesekali aku masuk ke kamar tidur dengan pura-pura mengambil buku atau mengambil apa aja. Berlagak pura-pura sibuk.
Setengah jam kemudian, Ibu keluar dari kamar tidur dan menuju kamar mandi. It is the moment of truth (inilah moment yang ditunggu-tunggu).
Takkk … ” begitulah bunyi pintu kamar mandi. Suara pintu yang tidak begitu keras. Aku mencoba untuk tidak bertindak terlebih dahulu.
Setelah menunggu 5 menit lamanya, aku bangkit dari bean bag sofa-ku dan berjalan berjinjit-jinjit menuju ke kamar mandi untuk mengecek keadaan pintu kamar mandi.
Sesampai di depan kamar mandi, entah mengapa hatiku menjadi girang tak karuan. Sekali lagi, pintu kamar mandi tidak Ibu tutup dengan rapat. Aku mulai menaruh sedikit kecurigaan dengan kelakuan Ibu ini. Aku curiga apa ini dilakukan dengan sengaja olehnya. Karena pertama, pintu kamar mandi tidak rusak, dan bisa tertutup dengan rapat apabila memang mau ditutup. Kedua, tadi pagi sewaktu Ibu selesai mandi, semestinya dia sadar apabila pintu kamar mandi tidak tertutup rapat, bahkan terbuka 1.5 centimeter. Apabila dikata yang tadi pagi itu adalah suatu kesalahan, tidaklah mungkin akan Ibu lakukan kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya.
Jantungku kembali lagi berdegup dengan kencang, namun kali ini perasaan takutku menjadi sedikit berkurang dibanding yang pagi hari. Karena diotakku telah ada asumsi bahwa ini adalah suatu kesengajaan dari Ibu. Sekali lagi aku sedang menikmati pemandangan indah yang kurang lebih mirip seperti yang pagi hari.
Ketika aku sedang asyik menonton pemandangan yang indah penuh nafsu itu, tiba-tiba kran shower tiba-tiba dimatikan olehnya. Inilah sinyal untuk segera kembali ke tempat asalku yang tadi. Aku berpura-pura memandangi layar monitor laptopku, namun otak bersihku masih belum sepenuhnya sadar. Aku berpura-pura membuka berita-berita di Internet.
Tidak sampai 5 menit sejak kran shower dimatikan, Ibu muncul dari kamar mandi. Aku berpura-pura sibuk.
Bau wangi yang tidak asing lagi semakin lama semakin mendekat. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara dibelakang.
Papa online ngga?” tanya Ibu.
Alamak … aku kaget sekali dan hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat di sampingku. Ibu tiba-tiba bertekuk lutut di sampingku sambil melihat layar monitor laptopku dengan tubuhnya yang setengah basah hanya terbungkus handuk sambil memegang baju kotornya. Aku sampai sempat melongo dengan tingkah Ibu malam itu. Selama ini belum pernah aku melihat kondisi Ibu yang seperti ini sewaktu aku masih di Indonesia. Bisa dikatakan kondisi Ibu saat itu setengah terlanjang. Bahu dan dada atasnya yang putih mulus tampak terlihat dengan jelas.
Aku berpura-pura cool atau bisa dikatakan sok cool. Seperti cuek aja dengan kelakuan Ibu malam itu.
Nup, papa ngga online.” jawabku santai.
Ehmmm … apa belum pulang papa dari kantor?” tanya Ibu heran.
Coba aja Ibu sms papa.” jawabku lagi.
Iya dah gampang. Ibu mau coba packing oleh-oleh lagi deh.” serunya sambil meninggalkan ruang tamu, kemudian menuju kamar.
Aku memutuskan bahwa asumsiku tidaklah salah. Ini pasti ada unsur kesengajaan Ibu. Aku semakin penasaran saja apa sebenarnya rencana dia.
Otakku semakin berperang, batinku tidak tenang. Positive dan negative tidaklah lagi seimbang. Otakku semakin menjurus ke negative thinking.
Satu jam kemudian, suasana di dalam rumah menjadi hening. Aku tidak mendengar suara gaduh dari kamar tidurku. Yang aku dengar hanya kipas angin laptopku saja. Kulihat jam sudah lewat pukul 12 malam. Aku berjalan pelan-pelan menuju ke kamar, kulihat Ibu sudah tidur di atas ranjang dengan lampu yang masih menyala.
Aku mematikan laptopku, kemudian sikat gigi, bersiap-siap untuk tidur pula. Besok adalah hari yang panjang lagi. Banyak kegiatan dan aktifitas yang ingin aku lakukan dengannya. Kumatikan lampu kamar tidur, dan kemudian naik ke ranjang dan cepat-cepat menutup selimut.
Aku susah sekali untuk tidur, sudah 15 menit aku membolak-balikkan badanku, mencari posisi yang enak untuk tidur. Otakku yang sebelumnya berpikiran jorok, sekarang menjadi nakal. Entah ada dorongan dari mana, tiba-tiba aku ingin sekali menjahili Ibu malam itu.
Kucoba memepetkan tubuhku dengan tubuhnya dibalik selimut. Posisi tidur Ibu sedang terlentang. Perlahan-lahan tangan kananku mendarat ke paha kirinya. Aku diam sejenak seperti patung. Setelah mengatur nafasku, aku mencoba mengelus-elus paha kirinya dengan lembut. Aku kembali teringat kata-kata Ibu apabila pahanya dielus-elus memberikan kesan yang berbeda enaknya. Aku menjadi penasaran dan ingin tahu perasaan berbeda yang seperti apakah yang dimaksud Ibu pagi itu.
Setelah lama aku elus-elus paha kirinya, tidak ada reaksi yang berarti darinya. Kucoba naik sedikit mendekati pangkal pahanya. Untung saja malam itu Ibu mengenakan celana boxer yang sama seperti kemarin malam. Jadi mengelus-elus daerah paha atasnya atau daerah pangkal pahanya tidaklah sulit. Hanya beberapa menit saja, aku merasakan ada reaksi dari tubuh Ibu. Kedua kakinya mulai sedikit bergerak-gerak. Seperti menahan geli yang nikmat.
Aku semakin berani dan mulai sedikit kurang ajar. Seakan-akan berasumsi bahwa ini adalah lampu hijau, aku semakin nekat saja jadinya. Mr junior kembali menjadi tegak. Nafasku menjadi terputus-putus. Telapak tanganku berusaha mencapai pangkal paha kirinya, dan setelah merasa sudah mentok di sana, kujulurkan jari tengahku untuk menyelinap di balik celana dalam Ibu.
Ketika sampai pada mulut kemaluannya atau mulut vaginanya, aku merasakan jelas bulu pubis atau istilahnya jembut Ibu sudah basah, dan hanya dengan hitungan detik tiba-tiba … “Plakkk” … sakit sekali.
TIMMY … kamu kok kurang ajar sekali ama Ibu.” bentak Ibu setelah menampar pipiku.
Kamu ini belajar dari mana sampai kurang ajar seperti ini.” bentaknya lagi.
Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak bisa melihat wajah Ibu yang sedang marah karena suasana kamar telah gelap. Aku takut bercampur malu. Tapi rasa takutku lebih banyak daripada rasa maluku.
Timmy … jawab pertanyaan Ibu. Kamu kok bisa kurang ajar ama Ibu.” desak Ibuku.
Aku mati kutu, benar-benar tidak tau harus menjawab apa. Karena memang tidak ada yang mengajariku untuk berbuat kurang ajar seperti itu. Ingin menceritakan kepadanya bahwa aku sering melihatnya ‘bermesraan’ dengan papa, kayaknya sudah tidak mungkin. Karena mungkin itu akan membuatnya semakin marah dan malu. Aku menjadi pasrah saja dengan keadaan.
Anu … anu … Timmy ngga tau Ibu.” jawabku pasrah.
Kalo ngga tau kenapa kamu kurang ajar sekali dan nekat gitu.” tegas Ibu.
Aku menyesal sekali karena asumsiku ternyata salah total.
Akhirnya aku memilih untuk menyerah dan menceritakan apa yang sedang aku alami sewaktu masih di Indo, dan kelainan aneh yang aku alami dari pertama sampai akhir. Ibu mendengarkan dengan seksama dan menderung untuk mendengarkan. Aku bercerita tentang diriku yang aneh dan kejadian-kejadian aneh yang aku alami ini dari A sampai Z cukup lama. Aku menafsir kira-kira 2 jam lamanya aku menceritakan semua isi hatiku ini kepadanya.
Yang mengherankan, justru setelah aku menceritakan semuanya ini, beban perasaan yang aku simpan bertahun-tahun ini langsung lenyap. Meskipun aku tahu bahwa yang mendengarkan ceritaku ini adalah Ibuku sendiri.
Setelah ceritaku berakhir, Ibu hanya diam saja. Tidak ada omelan, ocehan, atau bentakan darinya lagi. Tingkah Ibu seolah-olah mengerti, memaklumi, dan seolah-olah seperti menemukan jawaban yang dia nanti-nantikan.
Ibu kembali merebahkan tubuhnya kembali di atas ranjang sambil membelakangiku. Suasana kembali hening. Aku juga ikut berbaring di atas ranjang. Mataku masih belum terpejam, dan sedang merawang-rawan di atas langit-langit kamar yang gelap. Aku menghela nafas panjang. Kecewa, malu, lega, dan takut menjadi satu.
Kondisi Ibu pun juga sama, dia juga tidak bisa tidur. Meskipun dia sedang membelakangiku, namun tubuhnya tidak pernah diam. Seperti mau begini tidak enak, mau begitu tidak enak. Aku tidak tau apa yang sedang Ibu pikirkan, dan aku juga tidak berani bertanya macam-macam lagi. Aku memilih untuk diam dulu.
Tiba-tiba Ibu membalikkan badannya, dan tanpa aku duga tiba-tiba tangan kanan menyelinap di bawah celana tidurku dan langsung menggenggam penisku yang masih loyo dengan gampang dan cepatnya. Perlu diketahui bahwa aku sampai sekarang ini tidak pernah memakai celana dalam sewaktu tidur, karena alasan kenyamanan saja bila melepas celana dalam waktu tidur. Terang saja tidak sulit baginya untuk menemukan posisiku penisku di balik celana tidurku.
Terus terang aku kaget setengah mampus dengan gelagat Ibu malam itu. Aku tidak pernah menyangka sama sekali apa yang sedang dia lakukan sekarang. Dengan cepatnya dia menggenggam penisku.
Ibu … ” seruku kaget setengah protes.
Sssttt … Timmy tenang aja. Anggap ini bonus.” bisik Ibu. Aku kembali diam, dan membiarkan apa rencana yang akan Ibu buat malam itu.
Penisku perlahan-lahan mulai mengeras, karena ternyata Ibu mengganti genggamannya dengan kocokan-kocokan lembut. Jantungku kembali berdegup kencang. Nikmat sekali kocokan-kocokan lembut dari tangannya. Sangat berbeda dengan kocokan tanganku sendiri sewaktu sedang ingin ber-onani.
Ahhh … ” desahku. Tanpa bisa aku kontrol desahan ini tiba-tiba keluar dari mulutku.
Tak lama kemudian, Ibu menaruh air liur sedikit di telapak tangannya dan mengocok-kocok lagi penisku. Alamak … kali ini kocokan lebih nikmat dari yang tadi. Air liur Ibu membuat licin kocokan tangannya, membuatku semakin keenakan dibuatnya.
Ahhh … ahhh …” desahku makin menjadi-jadi, penisku makin lama makin mengeras. Ibu tidak berkomentar sama sekali, dan tetap saja dengan santainya mengocok-kocok penisku. Aku kemudian melepas total celana tidurku, agar memberikan keleluasaan dan ruang lebih lebar untuk memainkan irama kocokannya terhadap penisku.
Kira-kira lebih dari 10 menit, Ibu sibuk mengocok-kocok penisku, tetapi aku belum menunjukkan tanda-tanda ingin berejakulasi. Nafas Ibu terdengar sedikit capek.
Tanpa berpikir panjang lagi, aku menampik tangan Ibu dari penisku dan aku bangkit menimpa tubuh Ibu.
Timmy … mau apa kamu?” tanya Ibu heran.
Pengen cobain ma.” jawabku singkat.
Timmyyy … ini Ibu … mana bisa begitu. Ini ngga boleh. Tabu kan?!” protes Ibu.
Tapi Timmy pengen banget ma.” jawabku lagi sambil berusaha menarik lepas celana boxer Ibu. Yang membuatku semakin berani, Ibu tidak berusaha menahan ulahku itu. Setelah aku tarik celana boxernya, tanpa pikir panjang lagi aku tarik pula celana dalamnya dengan secepat mungkin.
Kini Ibu sudah terlanjang bawah, dan aku pun juga terlanjang bawah. Kemudian kulebarkan selangkangannya agar aku bisa memasukkan penisku ke dalam memek Ibu. Tiba-tiba kedua tangan Ibu menutup lubang memeknya.
Pijitin Ibu dulu dong?!” minta Ibu. Mendengar itu aku menjadi sedikit kecewa, meskipun sebenarnya Ibu telah memberikan lampu hijau kepadaku.
Tanpa banyak bicara, Ibu membalikkan badannya ke posisi telungkup, pertanda ingin dipijit dahulu. Akhirnya aku mengalah dan berusaha untuk bersabar dulu.
Kupijit leher belakangnya, kemudian turun menuju punggung atas dan turun lagi ke punggu bawah berirama. Aku duduk di atas pantat Ibu dengan penisku masih saja tegang. Sambil memijitnya, aku juga berupaya menggesek-gesek penisku di celah-celah pantat Ibu. Memberikan sensasi yang nikmat bagiku. Dan ternyata Ibu sangat menyukai pijitanku.
Hmmm …” dengung Ibu pertanda dia sangat menikmati pijitanku ini.
Tak lama kemudian dia bangkit dari posisinya yang telungkup tadi. Aku mengira dia mau menyuruhku mengakhiri pijitannya. Tapi diluar dugaan, dia melepas baju tidurnya bersama BH-nya tanpa berucap satu kata pun. Aku dapat melihat tubuh bugilnya di balik remang-remang. Sungguh indah tubuh Ibuku ini, kataku dalam hati.
Ibu akhirnya kembali lagi dengan posisi telungkupnya, berharap untuk kembali dipijit lagi. Seperti kerbau dicucuk hidungnya, aku kembali ke pekerjaanku semula.
Kupijit lagi leher belakangnya, kemudian turun menuju punggung atas dan turun lagi ke punggu bawah berirama. Aku juga masih terus menggesek-gesekkan penisku di celah-celah pantat Ibu. Kudengar lagi dengungan nikmat darinya.
Aku sekarang menjadi berani. Kucoba mengarahkan ujung penisku di celah dalam pantatnya, berharap aku bisa menemukan bibir memeknya. Ibu tidak protes dengan tingkahku itu, dan masih tetap diam. Sambil tetap memijit-mijit punggungnya, aku mencoba mendorong-dorong pinggulku, berharap ujung penisku mampu menembus masuk ke bibir memeknya.
Usahaku ini ternyata tidak terlalu sulit. Karena ternyata bibir memek Ibu telah menyambut kedatangan penisku dengan kondisinya yang telah basah dan lembab. Aku berhasil menancapkan penisku sedalam 2 centi ke dalam liang memeknya.
Ahhh … Timmy … kok dimasukkin?” tanya Ibu pura-pura protes. Aku memilih untuk berpura-pura tidak mendengarnya, dan melanjutkan misiku lagi. Kali ini aku dorong batang penisku dengan paksa, agar terbenam semuanya di dalam memek Ibu.
Ohhh …” guman Ibu.
Memek Ibu terasa basah sekali, lembab, dan licin. Kini aku menghentikan pijitanku, dan kedua telapak tanganku aku gunakan untuk menjadi tumpuan tubuhku agar tidak menindih tubuh Ibu. Dengan posisinya yang masih telungkup, aku setubuhi Ibuku.
Ceplak … ceplak …” bunyi seperti tamparan datang dari pantat Ibu karena aku menyetubuhinya dari belakang dengan posisinya yang masih telungkup.
Timmmyyy … ahh … ahh … geli sayang …” desahan Ibu pun makin lama makin menjadi-jadi.
Kukocok terus liang memek Ibu non-stop. Ibu seperti cacing kepanasan, dia remas semua yang ada disekitarnya. Korban yang paling kasihan adalah si bantal, karena dengan posisinya yang telungkup, Ibu secara praktis nyaris tidak mampu bergerak lebih banyak, sepertinya pasrah menerima hantaman-hantaman nikmat dari batang penisku di dalam liang memeknya.
Remasan tangannya terhadap si bantal semakin menguat, dan tiba-tiba tubuh Ibu mengejang. Sesaat kemudian dia menutup mukanya dengan bantal sambil mengerang keras.
Errghhhhhh …” erang Ibu di balik bantal dengan kerasnya. Ibu berusaha meredam erangannya dibalik bantal. Aku menghentikan goyangan pinggulku karena tubuh Ibu dalam kondisi yang menegang dari biasanya, dan memberikan waktu untuknya mengerang sepuas-puasnya.
Huh … huh … huh …” nafas Ibu mulai tidak beraturan seperti baru saja berlari sejauh 2 km tanpa berhenti.
Setelah nafasnya mulai terlihat sedikit stabil, Ibu membalikkan tubuhnya menjadi terlentang.
Timmy … kamu bener-bener anak Ibu yang paling nakal. Pertama berani kurang ajar ama Ibu, sekarang berani-beraninya gituin Ibu.” kata Ibu sambil melebarkan selangkangannya, membuka pintu agar penisku bisa masuk kembali. Mendengar ucapan Ibu ini, aku tersenyum di dalam keremangan kamar. Kini kamarku penuh dengan hawa nafsu birahi milikku dan Ibu. Aku sempat berpikir betapa nikmatnya melakukan perbuatan tabu ini bersama Ibuku sendiri.
Aku melepaskan baju tidurku yang masih melekat di tubuhku dan kemudian tanpa basa-basi lagi, aku kembali menembak masuk batang penisku ke dalam memek Ibu lagi.
Slep …” bunyi penis memasuki liang memek yang sedang pada posisi basah 100%.
Kembali aku menyetubuhi Ibuku lagi dengan posisi tubuhnya yang terlentang dengan membuka selangkangannya selebar-lebarnya.
Ahhh … ahhh … sayang … ” desah Ibu penuh nafsu. Setiap kata desahan yang keluar dari mulutnya seperti memberikan aliran listrik yang mengalir di tubuhku. Memberikan dentuman-dentuman nikmat disekujur tubuhku.
Tiba-tiba tubuhku sedikit bergejolak dan penisku seakan-akan mengembang sedikit. Inilah pertanda bahwa permainan tabu ini akan segera berakhir. Aku semakin mempercepat goyanganku dan gesekan penisku semakin aku percepat. Kelicinan liang memek Ibu sangat membantu proses percepatan gesekan dari penisku, dan memberikan sensasi yang makin lama semakin nikmat.
Timmy sayang … kamu mau datang yah?” tanya Ibu.
Iya … Ibu kok bisa tau?” tanyaku heran.
Timmy … ini Ibumu … Ibu tau segalanya tentang anaknya … ” jawab Ibu sambil terus mendesah.
Ehm … ” responku.
Aku sudah akan mencapai klimaks. Aku tau ini tidak akan lama lagi.
Timmy boleh keluar di dalam?” tanyaku.
Di mana pun yang kamu mau sayang … ” jawab Ibu mesra.
Aku menjadi semakin gila rasanya. Kecepatan gesekan penisku semakin aku tambah. Suara desahan Ibu pun semakin membabi buta dan tidak terkontrol lagi. Tubuhnya kini kembali menegang seperti sebelumnya.
Timmy … Ibu mau dapet sayang … ahhh ahhh” kata Ibu yang semakin kacau.
Aku merasa telah mencapai 80% mendekati klimaks, dan aku merasa pula sepertinya sebentar lagi Ibu akan meletup sebelum aku mencari klimaks.
Ahhh … ahhh … Timmy … udah mauu keluarrrr belonnn?” tanya Ibu seperti cacing kepanasan.
Ntar … ntar lagi …” jawabku dengan nafasku yang mulai terputus-putus.
Baru saja aku selesai bicara, tiba-tiba kedua tangan Ibu mendarat di dadaku dan kedua ibu jarinya mengosok lembut puting susuku.
Ulah Ibu ini memberikan kejutan mendadak terhadap tubuhku. Rasa geli dan nikmat yang luar biasa sewaktu puting susuku digosok-gosok lembut oleh kedua ibu jarinya, membuatku menjadi kalap dan tidak terkontrol. Seakan-akan dia tau kelemahanku yang mana aku tidak pernah menyadari sejak dulu. Di mana yang tadi masih 80% menuju ejakulasi tiba-tiba meluncur dasyat menjadi 100% akibat ulah Ibu ini. Aku tidak lagi mampu menahan kedasyatan senjata rahasianya yang baru saja Ibu keluarkan. Aku hentikan gesekan penisku dan menekan sepenuhnya batang penisku ke dalam liang memeknya tanpa ada sisa 1 milimeter pun.
Ahhh … Timmy keluarrrr … ahhh ahhh … ” jeritku tak terkontrol lagi sambil memuntahkan semua air maniku di dalam liang memek Ibu tanpa ampun sambil memeluk tubuh Ibuku.
Ibu pun juga ikut mengerang, dan lebih dasyat dari yang pertama. Kedua kakinya mengapit pantatku dan menekannya dengan sekuat tenaga seperti berharap agar semua batang penisku tertanam dalam dalam dan memuntahkan semua isinya di dalam liang memeknya.
Setelah erangan kami mulai mereda, kami berdua masih bernafas dengan ngos-ngosan. Seperti baru saja lari maraton jarak jauh.
Dengan nafas yang masih terputus-putus, aku bertanya kepadanya bahwa senjata rahasia yang dia gunakan sebelumnya mampu menaklukkanku dalam sekejab. Dia mengatakan bahwa daerah itu adalah titik kelemahan papa dan dia sebenarnya tidak menyangka apabila daerah itu adalah titik kelemahanku juga. Like father like son begitulah candanya.
Tubuh kami masih saling berpelukan, dan batang penisku masih menancap di dalam memek Ibu. Aku masih belum ingin menariknya, karena aku suka kehangatan liang memeknya yang kini penuh dengan air maniku sendiri. Aku menghabiskan sisa-sisa waktu yang ada dengan banyak bertanya.
Aku pun bertanya apakah ngga apa-apa aku keluar atau kata lain ejakulasi di dalam memeknya. Ibu mengatakan tidak ada masalah, karena dia sudah memakai sistem kontrasepsi rutin.
Aku juga meminta maaf kepadanya karena aku khilaf dan tidak mampu menahan kekuatan nafsu birahiku terhadapnya. Namun Ibu mengatakan tidak pernah dipikirkan lagi, karena dia mengerti kalo aku sedang menuju masa puber. Tapi dia sempat bercanda dengan mengatakan kepadaku bukan karena alasan puberitas yang harus disalahkan sehingga harus menyetubuhi Ibunya sendiri. Aku sedikit malu mendengar pernyataan ini. Ibu memintaku berjanji untuk tidak mengulangi perbuataan tabu ini.
Namun dalam singkat cerita saja, selama Ibu menghabiskan liburannya di sini, aku selalu saja memiliki akal yang mampu mendorong hatinya untuk aku setubuhi lagi. Aku kurang lebih sudah mengerti apa yang bisa membuatnya terasangsan atau horny. Aku sering menawarkan diri untuk memijitnya setiap malam dan bangun tidur, dan tawaran ini tidak pernah ditolak olehnya. Strategy yang aku gunakan selalu sama saja, dan sering berhasil dengan ampuh.
Pernah sekali di suatu malam, sewaktu Ibu merasa letih dan tidak berminat melayaniku, dimana aku sangat bandel dan berkesan memaksa, akhirnya Ibu pun menyerah dan pasrah melayani nafsu birahiku karena tidak tega melihatku memohon-mohon padanya untuk dipuasi. Di saat itu juga dia langsung menyerang daerah paling sensitif dan daerah kelemahanku, hanya sekitar kurang dari 2 menit aku sudah mencapai ejakulasiku.
Selama 3 minggu liburan Ibu di sini mirip seperti sedang berbulan madu. Semuanya serba bersama dengannya. Jalan-jalan bersama, liburan ke Sydney dan Melbourne bersama, mandi bersama, tidur bersama, dan bersama-sama melampiaskan nafsu birahi masing-masing.
Saat ini sudah 3 bulan berlalu semenjak Ibu kembali ke Jakarta. Aku sudah tidak sabar menunggu libur kuliah. Aku menjadi kecanduan dengan apa yang dinamakan hubungan suami-istri. Namun aku hanya ingin melakukannya dengan Ibuku sendiri. Mungkin di Jakarta nanti, tidak terlalu susah bagiku untuk meminta jatah lagi darinya, karena tidak ada yang akan menaruh rasa curiga terhadap kami, karena kami adalah ibu dan anak.
Segini dulu cerita dariku. Aku tidak akan tersinggung bila para pembaca cerita panas di sini menganggap aku aneh atau sakit mental, karena kelainan yang aku alami ini bukan karena unsur kesengajaan. Tapi aku yakin di luar sana banyak individu-individu yang memiliki kelainan yang sama denganku.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »